SAMARINDA –Peredaran minuman keras (miras) secara ilegal masih terus-terusan berlangsung di Kota Tepian. Warung kelontong yang sama sudah berulang kali ditertibkan, namun penjualan miras tetap tak terbendung.
Kamis, 27 Oktober 2022, Pemerintah Kota Samarinda telah memusnahkan 2.113 botol minuman beralkohol dengan berbagai merek dan jenis dari Golongan A, B, dan C, berbarengan dengan 21 kostum badut pengamen jalanan.
Dalam berita acara, disampaikan kepada Wali Kota Samarinda Andi Harun tindakan pemusnahan ini berdasarkan beberapa aturan.
Mulai dari PP Nomor 6/2010 junto PP Nomor 6/2018, Perda Samarinda Nomor 16/2022, serta Surat Perintah Wali Kota Samarinda Nomor 100.4/3189/100.15 tertanggal 25 Oktober 2022.
Kepada awak media, Andi Harun berharap pemusnahan ini dapat menekan penjualan miras ilegal. Selain itu dapat membuat ‘shock therapy’ bagi masyarakat.
“Pemkot secara kolaboratif melakukan penindakan, dengan tujuan akhir untuk mengurangi penyakit masyarakat. Kebiasaan minuman alkohol bisa menurunkan kemampuan berpikir, gangguan perilaku,” tutur Andi Harun.
Ia menambahkan, semua kegiatan penjualan secara ilegal, secara rutin akan ditertibkan Pemkot Samarinda. Lewat pendekatan persuasif, hingga akhirnya ditutup jika pemilik warung sudah tak bisa koorperatif.
“Karena menyangkut peredaran secara ilegal, tentu ada sanksi administrasi bagi pelaku. Mulai dari teguran, ambil barang bukti, hingga berpotensi ditutup usahanya,” tambah Andi Harun.
Kasatpol PP Kota Samarinda, M Darham menambahakan bahwa 2.113 minuman beralkohol yang dimusnakan kali ini dikumpulkan selama 2022 ini dan telah melalui proses hukum.
Namun demikian, lanjut dia, efek jera terhadap pelaku penjual miras ilegal paling-paling hanya bertahan sepekan.
“Tetapi tetap saja kami datangi lagi. Tokonya itu-itu saja, warung kelontong dia. Misalnya di daerah Tengkawang, Samarinda Seberang, Harapan Baru dan Sungai Dama,” ucapnya.
Darham menyebut, saat ini tak ada aturan pasti yang dapat menutup warung kelontong. Sebab itu, pihaknya hanya dapat melakukan penertiban.
“Orang-orang tertentu saja yang beli, langganan. Kemudian nilai tipiring-nya paling besar tergantung hakim, tadi saya dengar Rp 250 ribu saja. Tidak ada aturan yang bisa menutup itu,” jelasnya. (ADV)