spot_img
Rabu, November 12, 2025

Pemuda Demokrat Indonesia Kaltim Dorong Pemerintah Revisi Kebijakan Subsidi Energi

- Advertisement -

KALTIMNUSANTARA.COM-Pemerintah diminta serius dalam upaya percepatan yang berkaitan dengan energi dengan harapan nantinya subsidi energi yang membengkak setiap tahun dapat ditekan. 

Diketahui tren subsidi energi mengalami kenaikan sejak 2014 lalu hingga tahun 2022 ini. Tercatat pada tahun 2014, realisasi subsidi energi pernah mengalami peningkatan yang sangat tinggi di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Besaran dana APBN untuk subsidi BBM kala itu mencapai Rp200 triliun.

Sementara di masa Presiden Joko Widodo, anggaran yang digelontorkan mencapai Rp502,4 triliun untuk besaran dari subsidi dan kompensasi BBM (Pertalite, Solar, Pertamax), LPG dan listrik.

Menurut Ketua Bidang Energi, Sumber Daya Mineral dan BUMN Pemuda Demokrat Indonesia Kaltim, Rino Dimas kepada Senin (19/9/2022) siang tadi kenaikan tiga kali lipat dari nilai APBN yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu Rp152,5 triliun.

Dia menambahkan peningkatan subsidi energi yang sangat signifikan disebabkan beberapa faktor, mulai dari ketergantungan impor BBM dengan mengikuti kurs dolar, termasuk ketidakpastian harga yang memaksa pemerintah untuk membeli guna memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri.

“Selain itu, meningkatnya konsumsi minyak di dalam negeri, sedangkan produksi mengalami penurunan setiap tahunnya,” papar Rino.

Kondisi ini menyebabkan Indonesia akan selalu mengalami ketergantungan dengan energi minyak sehingga pemerintah mau tidak mau harus melakukan impor guna memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Dan ini berdampak pada penggunaan APBN untuk subsidi energi minyak. Padahal menekan nilai impor harus dilakukan dengan melakukan upaya-upaya peningkatan lifting minyak ataupun perlu dilakukan upaya bauran energi, agar kita tidak selalu tergantung dengan pada satu bauran energi.

Hal ini dilakukan untuk menjawab kepastian hukum guna melaksanakan pelbagai regulasi yang selama ini menghambat percepatan atau pertumbuhan investasi pada sektor hulu migas. Kendati energi fosil masih menjadi kebutuhan yang primer jika dilihat berdasarkan Rencana Umum Energi Nasional 2015-2025.

Pemerintah didorong mengalihkan subsidi untuk insentif energi alternatif serta melakukan diversifikasi agar tercipta kemandirian energi. Apalagi besaran subsidi energi sangat tinggi.

“Jika harga BBM rendah karena subsidi yang sangat tinggi tanpa pemerintah melakukan upaya diversifikasi, pastinya persoalan-persoalan ini akan terus berulang,” jelas Rino

Padahal diversifikasi patut untuk terus diupayakan supaya Indonesia memiliki energi alternatif dan tidak ketergantungan pada minyak ataupun hanya bergantung dengan satu sumber energi saja.

“Apalagi sampai ketergantungan kepada bangsa lain untuk kebutuhan dalam negeri, kita harus benar-benar mandiri dalam sektor energi,” ucapnya.

Menurutnya poin penting dalam menyikapi persoalan ini adalah kepastian hukum. Perlu adanya revisi regulasi serta menetapkan perencanaan umum energi hingga jangka panjang.

“Jangan sampai salah kebijakan karena akan berdampak pada semua sektor khususnya ekonomi yang langsung bersentuhan dengan seluruh elemen masyarakat,” tutupnya.

Berita Terkait
- Advertisment -

Most Popular