KALTIMNUSANTARA.COM- Kondisi kelangkaan minyak menjadi sorotan warga Kota Samarinda. Dalil pemerintah dalam menyikapi kelangkaan tersebut bukannya berhasil malah menuai jalan buntu.
Menyikapi hal itu, puluhan massa aksi yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GmnI) Kota Samarinda merespons terjadinya kelangkaan minyak goreng di Kalimantan Timur.
Ketua DPC GmnI Kota Samarinda Ricardo menganggap dengan dicabutnya kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) membuat kesengsaraan masyarakat kian mencekam.
Fakta di lapangan yang terjadi ialah oknum distributor bermain kucing-kucingan dalam menyuplai stok minyak goreng.
Selain itu buntut pencabutan kebijakan mengakibatkan tidak ada lagi standar harga yang menjadi patokan pasar dalam melakukan transaksi jual-beli kepada konsumen.
Walhasil Imbas dari adanya kebijakan tersebut membuat masyarakat dari berbagai wilayah.
Khususnya lapisan kelompok menengah kebawah sulit memperoleh ketersediaan minyak goreng untuk kebutuhan primer.
“Kalimantan Timur pun ikut terdampak. Padahal industri penyedia bahan baku minyak goreng sangat melimpah di Kaltim,” kata Ricardo dalam aksi didepan Kantor Wali Kota Samarinda, Senin (21/3/2022).
Diketahui, ada 95 Perusahan sawit yang sudah beroperasi di Kalimantan Timur.
Tentunya keberadaan industri tersebut tidak berefek baik pada terjaminnya ketersediaan minyak goreng.Untuk memperkuat data kelangkaan minyak goreng.
DPC Gmni Kota Samarinda melakukan survei dengan melakukan pendataan di 11 Pasar tradisional.
Hasilnya, survei mayoritas pedagang mengeluhkan adanya fenomena kelangkaan dan kenaikan harga, hal ini menganggu stabilitas harga maupun pasokan yang didapatkan dari agen agen minyak goreng.
Dari adanya Faktor kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng oleh agen agen juga mendorong para pedagang Minyak Goreng untuk menaikan harga Normal hingga 3 kali lipat dari harga sebelumnya.
Hal ini berdampak pada calon pembeli yang mengeluhkan harga minyak goreng yang ada di pasar tradisional dengan swalayan, juga ketersediaan yang terbatas menyebabkan banyak keluhan yang kita dapati dari hasil survei di 11 pasar tradisional di kota Samarinda.
“Harapannya pemerintah bisa memastikan kebijakan yang absolut tentang kepastian harga di setiap pasar maupun swalayan. masyarakat kota Samarinda khususnya lapisan masyarakat menengah kebawah yang sulit memperoleh ketersediaan minyak goreng untuk kebutuhan primer,” sambungnya.
Dengan begitu, DPC GmnI kota Samarinda secara tegas menuntut beberapa poin tuntutan, sebagai berikut.
“Mendesak Pemerintah kota Samarinda mengawal stabilitas harga dan ketersediaan minyak goreng di kota Samarinda dan menindak tegas oknum yang melakukan praktik penimbunan minyak goreng di kota Samarinda,” tegas Ricardo.