KALTIMNUSANTARA.COM- Naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Subsidi membuat masyarakat menjadi lebih sengsara.
Keputusan pemerintah pusat itu tentu mendapat sorotan tajam dari pengamat kebijakan publik, Herdiansyah Hamzah.
Menurut pria yang kerap di sapa Castro itu, ada tiga hal kenapa kebijakan kenaikan harga BBM Subsidi tidak masuk akal dan harus ditolak.
Pertama, pemerintah selalu berdalih bahwa kenaikan harga BBM, selama ini disebabkan 70 persen subsidi tidak tepat sasaran. Hanya dinikmati oleh orang mampu.
BACA JUGA :Nilai Subsidi BBM Membengkak, Menteri Keuangan Sebut Membebani APBN
Kemudian, dari mana negara menilai data mampu tidak mampu ini. Pastinya, narasi yang dilontarkan itu tidak masuk dalam nalar pikiran. Jelas bagaimana pemerintah mengkualifikasikan “orang mampu” ini.
Tapi jika ditelusuri, data orang mampu ini menggunakan kemungkinan besar menggunakan standar garis kemeskinan yang ditetapkan pemerintah melalui BPS, dimana per maret 2021 ditetapkan sebesar Rp. 472.525.
Jadi penduduk yang pengeluaran perkapita nya dalam sebulan di bawah angka itu, dikualifikasikan sebagai penduduk miskin. Sementara yang di atas angka itu dikualifikasikan tidak miskin atau “mampu”.
BACA JUGA :Harga BBM Subsidi Resmi Naik, Ini Rincian Harga Terbarunya
“Pertanyaannya, bagaimana mungkin data orang miskin ini dikonversi menjadi data penikmat BBM bersubsidi? Ini seperti hendak memotong daging dengan pisau dapur,”
“Coba bayangkan, apakah masuk akal penduduk dengan pendapat perkapita sebulan sebesar Rp.500.000 dikualifikasikan pendudukan tidak miskin atau mampu? Jelas klaim Pemerintah ini sungguh sangat menyesatkan,” papar pria yang akrab disapa Castro itu.
Kedua, perbandingan dengan negara lain. Jika melihat Malaysia sebagai sample, maka pilihan menaikkan harga BBM adalah keliru besar.
Sebagai perbandingan, harga bensin terbaru di Malaysia per Agustus 2022 dengan oktan 95 atau RON 95 dijual seharga RM 2,05 atau setara dengan Rp 6.780 per liter (kurs Rp 3.300).
“Bandingkan dengan harga pertalite (RON 90) dan pertamax (RON 92) di Indonesia. Harga bensin RON 95 di Malaysia (yang notabene RON atau oktan-nya lebih bagus dari pertalite dan pertamax), jauh lebih murah,” jelasnya.
Ketiga, kenaikan harga BBM, berkaitan erat dengan pembiayaan IKN. Untuk menyelamatkan lapak bisnis oligarki di proyek megah IKN ini, segala cara dihalalkan pemerintah. Dan sudah pasti rakyat yang selalu di tumbalkan.
Mulai dari menggenjot pajak, hingga pencabutan subsidi yang berimbas kepada kenaikan harga BBM ini. Jadi jelas jika kenaikan harga BBM ini adalah politik tumbal untuk pembiayaan IKN. Pemerintah mencari jalan pintas untuk pembiayaan IKN dengan cara mengorbankan rakyat.
“Berdasarkan 3 alasan tersebut, maka tidak ada pilihan bagi kita untuk tidak bergerak melawan keputusan pemerintah yang tidak pro-rakyat ini. Semua elemen harus tumpah ruah ke jalan-jalan, ekspresikan sikap penolakan kita,” pungkasnya.